Kamis, 13 Oktober 2016

A Friendly Reminder

“Remember, you don’t have to be friends with everyone around you. It’s not necessary to add them on your social media accounts and give them a daily glimpse of your life or even talk to them every single day to be a step closer to your inner soul. Call it, an introvert, but that’s how it should be. Life is less drama and bullcrap if you keep your circle small. It keeps you away from the pressure, negativity and gives you the room to grow with the people you love. You can’t trust everyone around you. You will never know who among them has the plan to stab your back, ruin you and destroy everything that you prepare for your future. So pick carefully the people who you will trust with your stories and plans in life. Be with people who supports your goals, motivates you and feeds you with goodness, cheers you up when you feel down and brings positivity in your life. The smaller your circle, the clearer your vision. Respect everyone, but trust few.
—E.J. Cenita


Scenario #1

Gadis itu duduk didepan meja belajar di kamarnya. Setelah menenangkan diri, gadis itu berdiri dan beranjak ke tangga yang akan membawanya ke atap rumahnya. Disana ia terduduk. Mengamati bulan yang tidak bergerak kemana-mana juga jejeran bintang yang berada di tempat yang sama seperti kemarin malam. Dan angin malam yang berhembus seakan menyuruhnya masuk ke kamar. Kejadian di pesta tahun baru tadi terputar ulang di kepala gadis itu.

“emang bener Anjo mau nembak Fjola?”
“masa sih? Boongan kali!”
“sumpah deh, gua denger dari Rino gitu kok!”
“yah itu pengennya Rino doang kali, dia kan emang sering banget masang-masangin Anjo sama Fjola”

Entah kenapa setelah mendengar pembicaraan teman-temannya, gadis itu lari jauh-jauh dari kerumunan itu dan kakinya membawanya kembali ke rumah. Dan disinilah dia. Pukul 10:57, kurang lebih 1 jam lagi sebelum pergantian tahun.

“kok ru—“
“HUAH! PERGI PERGI PERGI!”

Suara yang mendadak muncul entah darimana itu membuat gadis itu panik dan mulai melempari apapun yang ada di sekitarnya, lalu pemilik suara itu melempar balik dengan sesuatu yang dibungkus plastik dan mengenai dahi gadis itu membuat gadis itu berhenti dan melihat apa yang dilempar. Susu cokelat favoritnya. Sebelum sadar apa yang terjadi, pemilik suara itu duduk di sebelahnya.

“om tante sama ponakanlu lg pada pergi ya? Kok rumahnya sepi?”

Setelah mendengar pertanyaannya, gadis itu menyadari siapa pemilik suara itu. Anak laki-laki yang menjadi topik pembicaraan teman-temannya tadi. Keith Anjo. Merasa lebih tenang sekarang, gadis itu melemaskan seluruh tubuhnya dan meminum susu cokelat yang dibawakan Anjo, sementara Anjo meminum sodanya yang sudah hampir habis.

“Fjola Alessandra. If someone asks you question, you better answer it you little rude piece of cake”

Anjo mencubit pipi Fjola dengan sangat amat keras membuat Fjola mengerang kesakitan. Anjo melepas cubitannya lalu tertawa, sedangkan Fjola masih saja diam, mengelus-elus pipinya sambil menghabiskan susu cokelatnya. Setelah habis, Fjola meminum lagi, kebetulan Anjo membelikannya 3 karton.

“nih. Ini lu yang nulis kan?”

Anjo bertanya sambil memperlihatkan sebuah foto sebuah karya dari mading sekolah yang berhasil mendapat perhatian Fjola. Tidak sedang dalam mood bicara, Fjola menjawab seadanya.

“yap, kok lu bisa tau?”

Hanya itu. Hanya itu jawaban dari seorang Fjola Alessandra, sesosok gadis yang menjadi semangat semua anak-anak di kelas karena berisik dan selalu tersenyum. Menyadari ada yang salah dengan temannya, Anjo meneguk habis sodanya lalu membuka pembicaraan.

“kok acaranya belom selesai tapi lu udah pulang..? lu gapapa?”

Sebuah pertanyaan yang seisi dunia juga sudah tau jawabannya. ‘gapapa’. Tapi Fjola bukan seorang yang suka berbohong. Dia menggeleng. Anjo yang dari tadi melihat kearah temannya yang duduk sambil memeluk lututnya itu mendengar jawaban Fjola.

“gak? Gapapa? Atau kenapa-napa?”
“gatau”

Hanya itu jawaban yang diterima Anjo. ‘gatau’, Anjo mengangguk, setidaknya Fjola bicara. Walaupun hanya 1 kata. Anjo ikutan diam, ia memutar otak apa yang memungkinkan seorang Fjola jadi diam seperti ini. Skenario terburuk adalah Fjola mengetahui rencana Anjo. Tapi masa gara-gara itu doang sih? batin Anjo

“lucu deh. Sekarang jadi gua yang berisik. Biasanya lu”
“…”
“lu udah denger ya?”
“…”
“…”
“iya”
“yah gagal dong rencana gua hehehe”

Angin malam berhembus lagi, tidak kalah kencang seperti yang sebelumnya. Masih tidak berekspresi, Fjola menggosok-gosokan tangannya ke lengannya untuk mendapat lebih banyak hangat. Dress merah selututnya membuatnya kedinginan. Dia dia mengutuk dirinya sendiri kenapa tidak mengganti baju sebelum naik keatas sini. Kemudian Anjo melepas jasnya dan melemparnya ke kepala Fjola.

“nanti gua dibantai tante sama om lu kalo tau lu sakit grgr duduk disini sama gua”

Dengan begitu, Fjola memakai jas Anjo. Jasnya besar Fjola seakan-akan terkubur didalam jas itu. Wanginya juga khas Anjo. Tanpa sadar Fjola memeluk dirinya sendiri, bukan maksud apa-apa, tapi baju yang ia pakai sekarang benar-benar membuatnya sangat kedinginan.

“people leave. My mom leave. My dad leave. My brothers too. No one really stay, do they? And eventually you’ll leave too right?”

Ini pertama kalinya Anjo mendengar sederet kalimat dari Fjola yang membuat ia kembali diam. Akhirnya Anjo mengerti Fjola yang ia temui malam ini. Fjola yang duduk saja, diam dan tidak berbicara. Fjola yang menjawab seadanya tanpa memunculkan ekspresi apapun. Fjola yang kesepian. Fjola yang sedih.

“memang lu immortal?”
“hah?”
“immortal? Lu immortal ga?”
“…. Engga”
“see? that means eventually, you’ll leave to”

Pertama kalinya Fjola mendengar pertanyaan itu dan penjelasan itu. Fjola terdiam sambil melihat kearah Anjo. Malam itu gelap, Fjola tidak bisa mengatakan dengan tepat keberadaan Anjo.

“lu mau jadi pacar gua ga? Kalo engga nunggu sampe gua mapan trs gua balik lagi ngelamar lu? Atau maunya apa deh pertanyaannya biar lu jawab ‘ya’?”

Pertanyaan itu membuat Fjola kaget setengah mati, tanpa sadar memukul Anjo berkali-kali dan tidak berhenti.

“AACK! AW! WOY! SAKIT JOOOLLL”

Setelah beberapa saat Fjola berhenti. Ternyata malam itu tidak segelap yang Fjola kira. Ditempatnya sekarang, ia bisa melihat Anjo dengan amat jelas. Ekspresi kesakitannya yang kemudian berubah Anjo yang mengerutkan wajahnya dan tersenyum lebar. Fjola bisa melihat anak laki-laki yang ia kagumi sejak tahun lalu dengan sangat amat jelas.

“ganti dong itu surat yang lu tulis. 4 baris pertama gapapa deh, tapi mulai dari saran yang lu kasih, gua gamau. Ganti”

Fjola melihat kearah Anjo yang sedang membaca surat yang ia foto dari madding sekolah. Fjola memukul kedua pipinya untuk menyadarkan diri lalu memperbaiki posisi duduknya.

“idih ngapain. Emang lu siapa”

Fjola menjawab sambil mengejek Anjo, Anjo yang melihatnya hanya tertawa.

“kan gua your future. Jadi udah jelas surat ini ditujukan untuk gua”
“since when you lil funny dude”
“ini baru aja gua lulus SMA, masih banyak yang harus gua pelajari.”
“…”
“One of them is how to handle storms.”
“hah..?”
“OH! And whats wrong with catastrophe? for you to know, you’re THE beautiful catastrophe that everyone is dying to see, that I am dying to see”

Dengan begitu Anjo memenangkan perdebatannya. Fjola terdiam. Belum ada yang pernah mengatakan ini sebelumnya padanya. Belum sempat mengatakan apa-apa, Anjo sudah bicara lagi

“Lu itu bodoh.”
“e-eh??
“Lu selalu aja takut sama hal-hal yang udah pasti. Perpisahan salah satunya. Mau digimanain juga, mau lu itu storm atau catastrophe kalo emang orang di sekitarlu harus pergi atau meninggal yaudah. Gaada yang tau juga kanpas badai dateng ternyata 50% dari orang yg kena badai itu ternyata kena serangan jantung terus meninggal? Terus lu nyalahin dirilu sendiri untuk sesuatu yang terjadi bukan karena lu?”
“…”
“gila, ini pembicaraan yang paling berbobot yang gua pernah alamin. Kata-kata gua keren juga ya”

Dengan begitu Fjola tertawa, airmatanya keluar tapi ia tertawa. Semua yang Anjo katakan benar. Mulai dari dia mengatakan kalau Fjola adalah anak yang bodoh sampai akhir. Semua benar.

“terus kalo tau gua bodoh kenapa lu masih nanya pertanyaan itu? Kenapa lu masih mau gua jawab iya?”
“yah.. kalo orang bodoh dibiarin sendirian nnt jadinya gimana coba? Jadi gua pikir sih seenggaknya gua ada biar lu ga keliatan bodoh sendirian, gua buat ngejagain lu kalo kebodohanlu terlalu parah, gua buat dengerin cerita gilalu setiap habis melakukan sesuatu yang bodoh, gua yg bodoh gara-gara lu”
Fjola sudah mendapatkan jawaban yang ia cari selama ini. Fjola tertawa membuat Anjo tenang. Dia harap Fjola yang ia temui malam ini tidak datang lagi, kalaupun datang, ia harap ia bisa membuat Fjola yang ada malam ini tertawa seperti biasanya.

“jadi jawabannya apa?”

Dengan begitu Anjo memecah keheningan yang baru menyelimuti sesaat itu, Fjola menoleh lalu mengerutkan wajahnya pura-pura berfikir. Anjo melihat jamnya, sekarang pukul 11:59

“kalo lu jawab iya, nanti bakal ada keajaiban”
“AHAHA! Apaan sih kaga jelas lu kuda”
“ih serius”
“yaudah. Iya, apapun pertanyaannya, jawaban gua iya”

Dengan begitu Kembang api menyala dan menghiasi malam itu bersama dengan bintang juga bulan. Fjola, sang pecinta kembang api tidak bisa memalingkan wajahnya dari indahnya kembang api malam itu. Anjo melihat wajah gadis yang mulai sekarang akan menemani perjalanannya sambil tersenyum.
Anjo nyaris saja menangis. Butuh keberanian yang besar menanyakan sederet kalimat itu pada Fjola. Dari semua hal, Anjo sangat benci penolakan, siapa yang tidak sih? Dia berusaha senormal mungkin, tidak nervous atau apapun

“lu mau jadi pacar gua ga? Kalo engga nunggu sampe gua mapan trs gua balik lagi ngelamar lu? Atau maunya apa deh pertanyaannya biar lu jawab ‘ya’?”


Itu adalah kalimat yang hanya berani ia ucapkan kepada Fjola. Hanya Fjola. Dan kalimat terakhir adalah sebuah keyakinan kecil yang ia miliki bahwa Fjola tidak akan menjawab tidak. Detik ini dia yakin, bahwa Fjola lah yang akan mengisi seluruh waktunya dan ia janji pada dirinya sendiri akan membahagiakan Fjola sampai Tuhan memisahkan mereka berdua.